Islam adalah agama yang sempurna dan sangat memperhatikan pertumbuhan
generasi mendatang. Untuk itu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
telah memerintahkan kita mewujudkan keluarga shalih-shalihah, penuh
kasih sayang karena Allah, penuh dengan dinamika ibadah.
Sehingga diharapkan dari rumah tangga seperti itu akan terlahir
anak-anak yang shalih-shalihah, kokoh dalam aqidah, tekun dalam ibadah,
memiliki wawasan keilmuan dan penuh persaudaraan. Maka, insyaallah
secara keseluruhan Islam akan tumbuh kuat serta membawa rahmat bagi
semesta alam. Sesuai dengan fungsi Islam itu sendiri sebagai rahmatan
lil ‘alamin.
Karena itu, kedua orang tua memiliki peran yang dominan dalam membangun
pondasi dan mencetak generasi, karena dialah yang akan mendidik
anak-anak dalam ketaatan dan ketakwaan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Allah menyebutkan tanggung jawab pendidikan anak dan keluarga tersebut
di dalam firman-firman-Nya, diantaranya : “Hai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya
adalah manusia dan batu...” (QS At-Tahrim [61] : 6).
Artinya : “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah
mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan
yang benar.” (QS An-Nisa [4] : 9).
Pada beberapa hadits, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengingatkan :
Artinya : ”Setiap yang terlahir, ia dilahirkan dalam keadaan fitrah,
maka kedua orangtuanya lah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau
Majusi.” (H.R. Bukhari).
Artinya : “Apabila manusia telah meninggal, maka semua amalnya akan
terputus kecuali tiga perkara. (Yaitu: ) shadaqah jariyah, ilmu yang
bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakannya”. (H.R. Muslim).
Perkataan Para Sahabat tentang Pendidikan
Berbicara tentang pendidikan anak, berikut ada beberapa perkataan dari
orang-orang shalih terdahulu, baik dari kalangan sahabat maupun generasi
sesudahnya.
Antara lain, Ali bin Abu Thalib pernah berkata, “Ajari dan didik anak-anakmu pendidikan yang baik.”
Imam Hasan Al-Bashri berkata, “Suruhlah mereka taat kepada Allah dan didiklah mereka ajaran kebaikan.”
Imam Al-Ghazali menyatakan, “Anak adalah amanah di tangan ibu-bapaknya.
Hatinya masih suci ibarat permata yang mahal harganya. Apabila ia
dibiasakan pada suatu yang baik dan dididik, niscaya ia akan tumbuh
besar dengan sifat-sifat baik dan akan bahagia di dunia akhirat.
Sebaliknya, bila ia dibiasakan dengan tradisi-tradisi buruk, tidak
dipedulikan seperti halnya hewan, niscaya ia akan hancur dan binasa.”
Begitulah, anak tak ubahnya selembar kertas putih. Apa yang pertama kali
ditorehkan di sana, maka itulah yang akan membentuk karakter dirinya.
Bila yang pertama ditanamkan adalah warna agama dan keluhuran budi
pekerti, maka akan terbentuk antibodi (zat kebal) awal pada anak akan
pengaruh negatif, seperti rajin ibadah, berbakti pada orang tua, dan
sebagainya. Sebaliknya, bila pertama tidak ditanamkan warna agama dan
keluhuran budi pekerti, maka yang akan muncul adalah antibodi terhadap
pengaruh positif, seperti malas beribadah, enggan belajar, suka
membantah, dsb. Jika hal demikian dibiarkan, maka setelah dewasa
sukarlah untuk meluruskannya.
POLA PENDIDIKAN ANAK
Pertama, Ajarkan shalat
Allah berfirman : “Perintahkanlah anak-anakmu untuk shalat ketika
berusia tujuh tahun, dan pukullah jika enggan melakukannya bila telah
berusia sepuluh tahun, serta pisahkanlah tempat tidur di antara mereka.”
(H.R. Abu Daud).
Kedua, Mendidik dengan Kisah
Berkisah tentang kehidupan nabi, keluarga nabi dan sahabat-sahabat beliau, dapat menumbuhkan kecintaan generasi kepada beliau.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan di dalam
haditsnya, yang artinya, “Didiklah anak-anakmu pada tiga perkara :
mencintai Nabimu, mencintai keluarganya, dan membaca Al-Qur’an”. (H.R
Ath-Thabrani).
Ketiga, mengajarkan Al-Quran
Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, “Sesungguhnya Al Qur'an ini adalah bacaan yang sangat mulia”. (QS Al-Waqi’ah [56] : 77).
Ayat tersebut menyebutkan bahwa Al-Quranul Karim adalah bacaan yang
paling mulia, karena ia merupakan kalam Allah Yang Maha Mulia, dibawa
oleh malaikat yang mulia Jibril Alaihis Salam, diterima oleh Rasul-Nya
yang mulia Muhammad Shallallahu ’Alaihi Wasallam, awal mula diturunkan
pun pada bulan paling mulia yakni bulan suci Ramadhan. Diimani dan
diikuti oleh umatnya yang mulia, yakni umat Islam.
Orang yang mengetahui kemuliaan Al-Quran, ia pasti akan mencintanya,
membacanya, menghayati kandungan isinya, berusaha menghafal ayat demi
ayat-Nya, dan yang paling pokok adalah berusaha mengamalkannya secara
keseluruhan kaaffaah (totalitas) dalam kehidupan sehari-hari.
Karena Al-Quran sebagai bacaan yang mulia itulah, maka seorang muslim
yang membacanya pun akan mendapatkan pahala dari huruf demi huruf yang
dibacanya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, yang artinya,
"Barangsiapa membaca satu huruf dari kitab Allah maka baginya satu
kebaikan, dan satu kebaikan itu dibalas sepuluh kali lipatnya. Aku tidak
mengatakan alif lam mim itu satu huruf; tetapi alif satu huruf; lam
satu huruf dan mim satu huruf." (H.R. At-Tirmidzi).
Membaca Al-Quran, bukan saja tugas dai/muballigh/ustadz/kyai saja.
Tetapi kewajiban kita semua, kebutuhan kita semua selaku hamba-hamba-Nya
yang bergelimang dosa, hamba-hamba-Nya yang telah banyak menikmati
karunia Allah. Adapun dai/muballigh/ustadz/kyai memang punya peran
ganda, untuk dirinya sama dengan yang lain, dan tugas menyampaikan
kepada orang lain. Bukan karena pintar, tetapi karena lebi dulu tahu,
lebih dahulu Allah beri tahu. Maka kewajiban yang tahu, sampaikan kepada
yang lain yang belum mengetahui.
Al-Quran sebagai Petunjuk
Kandungan Al-Quran merupakan petunjuk bagi manusia, dan pembeda antara
yang haq dan yang batil. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
Artinya : “…..Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu, dan pembeda (antara yang
haq dan yang bathil)…..”. (Q.S. Al-Baqarah [2] : 185).
Imam Al-Qurthubi di dalam tafsirnya menjelaskan, bahwa Al-Quran sebagai
petunjuk maknanya, Al-Quran secara keseluruhan jika dikaji dan diteliti
secara mendalam, akan menghasilkan hukum halal dan haram,
nasihat-nasihat, serta hukum-hukum yang penuh hikmah.
Imam As-Suyuthi juga menjelaskan, bahwa Al-Quran mengandung petunjuk
yang dapat menghindarkan seseorang dari kesesatan, ayat-ayatnya sangat
jelas serta berisi hukum-hukum yang menunjukkan seseorang kepada jalan
yang benar.
Keempat, selalu iringi dan kawal pendidikan anak dengan doa
Doa dari orang tua setelah shalat, setelah membaca Al-Quran, setelah
bershadaqah, setelah beristighfar, jangan lupakan doakan anak-anak
menjadi anak sholih-sholihah, sebut nama-nama anak-anak kita, doakan
mereka, bila perlu dengan keharuan dan tetesan air mata, seperti doa dan
harapan keluarga Imran di dalam ayat :
Artinya : (Ingatlah), ketika isteri `Imran berkata: "Ya Tuhanku,
sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku
menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu
terimalah (nazar) itu daripadaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui". (QS Ali Imran [3] : 35).
Juga doa-doa pada ayat lain yang dapat kita baca dan hafal, Artinya :
"Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan
keturunan kami sebagai penyenang hati [kami], dan jadikanlah kami imam
bagi orang-orang yang bertakwa”. (Q.S. Al-Furqan [25] : 74).
Waallahu a’lam bis showab
Ust. Ali Farkhan Tsani
Sumber :
http://www.mediaislamia.com/2014/05/mendidik-anak-dengan-al-quran.html
Kamis, 22 Mei 2014
POLA PENDIDIKAN ANAK
Diposting oleh
Unknown
di
20.28
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar